JAKARTA — Pemerintah resmi mengumumkan langkah strategis untuk memperkuat daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi global. Melalui kebijakan PPh-21 Ditanggung Pemerintah (DTP), karyawan dengan gaji di bawah Rp10 juta per bulan akan dibebaskan dari potongan pajak penghasilan hingga akhir tahun 2026.
Langkah ini menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi nasional yang bertujuan menjaga kestabilan konsumsi rumah tangga, sektor yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kebijakan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menegaskan bahwa pemerintah ingin memastikan kelompok pekerja menengah ke bawah tetap memiliki daya beli yang kuat.
“Untuk sektor pariwisata, PPh-21 nya akan ditanggung pemerintah. Permen-nya sudah disiapkan untuk gaji di bawah Rp10 juta per bulan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, awal Oktober 2025.
Latar Belakang Kebijakan Bebas Pajak
Kebijakan bebas pajak untuk pekerja berpenghasilan rendah bukan hal baru. Pemerintah telah beberapa kali memberikan PPh-21 Ditanggung Pemerintah (DTP) dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, terutama pada masa pandemi COVID-19.
Namun kali ini, kebijakan tersebut diperluas dengan cakupan yang lebih besar dan jangka waktu yang lebih panjang, yakni mulai 2025 dan diperpanjang hingga 2026, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025.
Pemerintah menilai langkah ini diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi sektor riil. Dengan tidak adanya potongan pajak, gaji yang diterima pekerja akan lebih besar, sementara perusahaan mendapatkan ruang likuiditas lebih luas karena tidak perlu menyetorkan PPh-21 untuk karyawan penerima fasilitas.
Apa Itu PPh 21 DTP?
PPh-21 DTP (Ditanggung Pemerintah) adalah mekanisme di mana pajak penghasilan karyawan yang seharusnya dipotong oleh perusahaan, justru ditanggung oleh pemerintah.
Artinya, karyawan tetap menerima gaji secara utuh tanpa potongan pajak, tetapi kewajiban pajak tersebut tetap tercatat dan dilaporkan oleh perusahaan.
Tujuannya:
- Memberikan stimulus langsung kepada pekerja, terutama di kelompok penghasilan menengah bawah.
- Membantu perusahaan mempertahankan tenaga kerja tanpa menambah beban pajak di masa pemulihan ekonomi.
- Menjaga arus kas (cash flow) perusahaan tetap sehat.
Kriteria Pekerja yang Berhak Mendapatkan Insentif
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, karyawan yang berhak menerima insentif PPh-21 Ditanggung Pemerintah (DTP) adalah sebagai berikut:
- Karyawan Tetap:
- Gaji bruto bulanan tidak lebih dari Rp10 juta.
- Memiliki NPWP atau NIK yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.
- Tidak sedang menerima insentif PPh 21 lainnya.
- Karyawan Tidak Tetap / Kontrak / Harian:
- Upah harian maksimum Rp500.000, dengan total penghasilan bulanan hingga Rp10 juta.
- Memiliki NPWP atau NIK terdaftar.
- Tidak sedang menerima insentif PPh 21 lainnya.
Catatan penting: Jika total penghasilan (gaji + bonus + tunjangan) melebihi Rp10 juta per bulan, fasilitas bebas pajak tidak berlaku.

Fokus pada Sektor Padat Karya dan Pariwisata
Kementerian Keuangan melalui PMK 10/2025 menetapkan bahwa kebijakan ini berlaku untuk sektor-sektor padat karya dan pariwisata, karena kedua sektor tersebut dinilai memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja nasional.
Beberapa contoh sektor yang masuk dalam daftar:
- Industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
- Industri alas kaki
- Industri furnitur dan kayu olahan
- Industri kulit dan barang dari kulit
- Sektor pariwisata, perhotelan, dan restoran
Pemerintah menilai bahwa sektor-sektor ini masih membutuhkan dukungan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing global, sekaligus menjaga kesejahteraan pekerja di dalamnya.
Mekanisme dan Langkah Perusahaan / Karyawan
Untuk memastikan kebijakan berjalan tepat sasaran, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan beberapa prosedur administrasi yang wajib diikuti perusahaan:
- Perusahaan tidak memotong PPh-21 dari gaji karyawan yang memenuhi syarat.
- Bukti potong tetap dibuat dengan mencantumkan keterangan “PPh-21 Ditanggung Pemerintah (DTP)”.
- Perusahaan wajib melaporkan total penghasilan dan jumlah PPh-21 DTP dalam SPT Masa PPh-21 setiap bulan.
- Karyawan tetap wajib melaporkan penghasilan tahunan dalam SPT Tahunan meskipun pajaknya ditanggung pemerintah.
- Jika ditemukan pemanfaatan insentif di luar ketentuan, maka kelebihan tidak dapat dikompensasi dan dapat dikenakan sanksi administrasi.
Dengan mekanisme ini, pemerintah memastikan transparansi pelaporan dan akuntabilitas perusahaan dalam pemanfaatan insentif pajak.

Dampak bagi Pekerja dan Perusahaan
1. Dampak Positif bagi Pekerja
- Pekerja dengan gaji ≤ Rp10 juta per bulan akan menerima take home pay penuh, tanpa potongan pajak.
- Meningkatkan daya beli masyarakat, terutama dalam menghadapi inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.
- Memberikan rasa aman finansial dan meningkatkan kesejahteraan keluarga pekerja.
2. Dampak Positif bagi Perusahaan
- Mengurangi beban administrasi dan setoran pajak setiap bulan.
- Memberikan ruang keuangan lebih besar untuk pengembangan usaha.
- Menjadi insentif tambahan untuk mempertahankan karyawan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dampak Nyata bagi Pekerja
Sebagai ilustrasi, seorang karyawan dengan gaji Rp9 juta per bulan sebelumnya membayar pajak sekitar Rp250 ribu. Dengan kebijakan baru, gaji bersihnya menjadi utuh Rp9 juta, tambahan sekitar Rp3 juta per tahun.
Bagi pekerja berpenghasilan menengah, tambahan ini cukup signifikan untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, listrik, dan tabungan pendidikan anak. Dampak psikologisnya pun terasa, karena pekerja merasa lebih “lega” dan bisa mengatur keuangan dengan lebih baik.
Dampak Ekonomi Makro
Dari sisi makro, pemerintah memperkirakan kebijakan ini dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 1–1,5% per tahun. Meskipun berpotensi mengurangi penerimaan negara sekitar Rp 18–20 triliun per tahun, pemerintah berharap efek multiplier dari meningkatnya daya beli akan menutup potensi kekurangan tersebut melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menyebut, “Kebijakan ini menyeimbangkan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan fiskal. Daripada menekan masyarakat dengan pajak, lebih baik memberi ruang konsumsi agar ekonomi tetap bergerak.”
Kesimpulan
Kebijakan bebas pajak untuk karyawan bergaji di bawah Rp10 juta hingga 2026 adalah langkah strategis pemerintah untuk menjaga kesejahteraan pekerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Bagi pekerja, ini berarti gaji bersih lebih tinggi. Bagi perusahaan, administrasi lebih mudah dan penggajian lebih efisien.

Kebijakan ini bukan sekadar angka dan peraturan, tetapi juga bukti nyata pemerintah memperhatikan kehidupan pekerja sehari-hari, memberi ruang napas di tengah kenaikan biaya hidup, dan mendorong stabilitas ekonomi nasional.